Mari Menyelamatkan Air Tanah di Pekarangan
Air adalah bisnis besar. Wakil Presiden Bank Dunia Ismael Serageldin pernah berujar, jika berbagai perang pada abad ini nyaris selalu disebabkan oleh minyak bumi si emas hitam, perang masa depan akan dipicu oleh emas biru alias air. Satu dekade sejak ucapannya itu, krisis air di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, semakin nyata. Sebab itu, menyelamatkan air bukanlah upaya yang mengada-ada, dan bisa dimulai sejak di pekarangan rumah kita sendiri.
Salah satu cara penyelamatan air secara sederhana adalah dengan membuat sumur-sumur resapan (peresap) air hujan. Selain itu juga upaya holistik lainnya, yaitu dengan pendekatan vegetatif melalui reboisasi, perluasan hutan kota, taman kota, pembuatan waduk kecil atau embung, hingga pengelolaan sistem DAS (daerah aliran sungai) terpadu.
Sebenarnya, dalam peraturan daerah seperti di DKI Jakarta telah ditetapkan bahwa pengajuan izin mendirikan bangunan (IMB) harus dilengkapi dengan pembuatan sumur resapan air. Namun, kenyataannya aturan itu tinggal torehan tinta di atas kertas.
“Tidak ada sistem audit maupun sanksi yang dijatuhkan bagi pelanggarnya. Tidak hanya rumah-rumah tinggal yang berpekarangan, namun juga hotel, apartemen, pusat perbelanjaan, dan perkantoran. Mereka seharusnya membuat sumur-sumur resapan air sebaik-baiknya,” ujar Dr Rosyid Hariyadi, MSc, ahli pengelolaan kualitas air (water quality management), yang juga peneliti pada Pusat Pengkajian Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Rosyid mengatakan, yang disebut sebagai sumur resapan adalah sumur gali yang berfungsi untuk menampung, meresapkan, dan mengalirkan air hujan yang jatuh di permukaan tanah, bangunan, juga atap rumah. Dengan adanya sumur resapan, air hujan bisa lebih efektif terserap ke dalam tanah.
Rosyid, yang juga mantan anggota tim teknis sumur resapan DKI Jakarta, menambahkan, cara tradisional dahulu yang kerap dilakukan masyarakat di pedesaan untuk melestarikan air adalah dengan membuat lubang-lubang di sekitar tanaman atau pepohonan.
Sejumlah negara menaruh perhatian besar terhadap konservasi air. Di Singapura, air tetesan pendingin udara (AC) pun tidak dibiarkan sia-sia, melainkan ditampung lalu dimanfaatkan. Sedangkan bangunan-bangunan bertingkat di Jepang sudah sejak lama membangun sumur-sumur resapan untuk melindungi konstruksi tiang pancang besi bajanya dari pengaruh air asin akibat intrusi air laut. Di Jakarta, gedung pusat Indosat, misalnya, sejak awal tahun 1990 telah memiliki pengolahan air limbah gedung yang cukup baik sehingga hasil olahannya dapat dimanfaatkan.
Sebenarnya, dengan membuat sumur resapan, Anda seperti menabung air tanah. Sejumlah kawasan di Jakarta saat ini warganya terpaksa membeli air bersih untuk sekadar minum, mandi, dan cuci-mencuci karena air tanah di tempat tinggal mereka sudah tidak layak pakai, bahkan kering.
Selain itu, manfaat sumur resapan ialah dapat menambah atau meninggikan permukaan air tanah dangkal (water table), menambah potensi air tanah, mengurangi genangan banjir, mengurangi amblesan tanah, serta mengurangi beban pencemaran air tanah.
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Tata Cara Perencanaan Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan Pekarangan, persyaratan umum yang harus dipenuhi adalah sumur resapan harus berada pada lahan yang datar, tidak pada tanah berlereng, curam, atau labil. Selain itu, sumur resapan juga dijauhkan dari tempat penimbunan sampah, jauh dari septic tank (minimum lima meter diukur dari tepi), dan berjarak minimum satu meter dari fondasi bangunan.
Bentuk sumur itu sendiri boleh bundar atau persegi empat, sesuai selera. Penggalian sumur resapan bisa sampai tanah berpasir atau maksimal dua meter di bawah permukaan air tanah. Dengan teralirkan ke dalam sumur resapan, air hujan yang jatuh di areal rumah kita tidak terbuang percuma ke selokan lalu mengalir ke sungai. Air hujan yang jatuh di atap rumah sekalipun dapat dialirkan ke sumur resapan melalui talang.
Persyaratan teknis sumur resapan lainnya ialah kedalaman air tanah minimum 1,50 meter pada musim hujan. Sedangkan struktur tanah harus mempunyai permeabilitas tanah lebih besar atau sama dengan 2,0 cm/jam, dengan tiga klasifikasi. Pertama, permeabilitas tanah sedang (geluh kelanauan) 2,0-3,6 cm/jam. Kedua, permeabilitas tanah agak cepat (pasir halus), yaitu 3,6-36 cm/jam. Ketiga, permeabilitas tanah cepat (pasir kasar), yaitu lebih besar dari 36 cm/jam.
Spesifikasi sumur resapan tersebut meliputi penutup sumur, dinding sumur bagian atas dan bawah, pengisi sumur, dan saluran air hujan. Untuk penutup sumur dapat digunakan, misalnya, pelat beton bertulang tebal 10 sentimeter dicampur satu bagian semen, dua bagian pasir, dan tiga bagian kerikil. Dapat digunakan juga pelat beton tidak bertulang tebal 10 sentimeter dengan campuran perbandingan yang sama, berbentuk cubung dan tidak diberi beban di atasnya. Dapat digunakan juga ferocement setebal 10 sentimeter.
Sedangkan untuk dinding sumur bagian atas dan bawah dapat menggunakan buis beton. Dinding sumur bagian atas juga dapat hanya menggunakan batu bata merah, batako, campuran satu bagian semen, empat bagian pasir, diplester dan diaci semen. Sementara pengisi sumur dapat menggunakan batu pecah ukuran 10-20 sentimeter, pecahan bata merah ukuran 5-10 sentimeter, ijuk, serta arang. Pecahan batu tersebut disusun berongga. Untuk saluran air hujan, dapat digunakan pipa PVC berdiameter 110 milimeter, pipa beton berdiameter 200 milimeter, dan pipa beton setengah lingkaran berdiameter 200 milimeter.
Sumur resapan dapat dibuat oleh tukang pembuat sumur gali berpengalaman dengan memerhatikan persyaratan teknis dan spesifikasi tersebut. Menurut Rosyid, saat ini tidak hanya kota-kota besar yang perlu membuat sumur resapan, tetapi juga kota-kota di sepanjang tepi pantai, bahkan kota-kota di pedalaman seperti Yogyakarta, Bogor, Bandung, dan Solo.
Rosyid mengingatkan, menyelamatkan air bagaimanapun bukanlah semata tugas negara atau pemerintah, tetapi juga tanggung jawab warga negara sendiri. Sebab, ketika air tanah kita kering dan air terpaksa harus dibeli, kita hanya akan memenuhi pundi-pundi perusahaan yang tanpa merasa bersalah memperdagangkan air. Sementara kita cuma bisa berkecut hati. (Kompas – 6- 2005 – 07)